Filsafat Pendidikan dalam Aliran Idealisme
PENDAHULUAN
Idealisme adalah salah satu aliran filsafat pendidikan yang
berpaham bahwa pengetahuan dan kebenaran tertinggi adalah ide. Semua bentuk
realita adalah manifestasi dalam ide. Karena pandangannya yang idealis itulah
idealisme sering disebut sebagai lawan dari aliran realisme. Tetapi, aliran ini
justru muncul atas feed back realisme yang menganggap realitas sebagai
kebenaran tertinggi.
Idealisme menganggap,
bahwa yang konkret hanyalah bayang-bayang, yang terdapat dalam akal pikiran
manusia. Kaum idealisme sering menyebutnya dengan ide atau gagasan. Seorang
realisme tidak menyetujui pandangan tersebut. Kaum realisme berpendapat bahwa
yang ada itu adalah yang nyata, riil, empiris, bisa dipegang, bisa diamati dan
lain-lain. Dengan kata lain sesuatu yang nyata adalah sesuatu yang bisa
diindrakan (bisa diterima oleh panca indra).
Dalam konteks
pendidikan, paham ini mencita-citakan pemikiran atau ide tertinggi. Secara
kelembagaan institusional, maka pendidikan akan didominasi oleh fakultas atau
jurusan filsafat dan pemikiran pendidikan. Di ranah pendidikan dasar, akan
didominasi oleh konsep-konsep dan pengertian-pengertian secara devinitif
tentang segala sesuatu. Metode yang digunakan oleh aliran idealisme adalah
metode dialektik, syarat dengan pemikiran, perenungan, dialog, dan lain-lain.
Kurikulum yang digunakan dalam aliran idealisme adalah pengembangan kemampuan
berpikir, dan penyiapan keterampilan bekerja melalui pendidikan praktis.
Evaluasi yang digunakan
dalam aliran idealisme adalah dengan evaluasi esay. Dimana evaluasi esay ini
sangat efektif dalam proses belajar mengajar dan dalam meningkatkan
keterampilan peserta didik dalam mengerjakan soal.
Idealisme merupakan
suatu aliran yang mengedepankan akal pikiran manusia. Sehingga sesuatu itu bisa
terwujud atas dasar pemikiran manusia. Dalam pendidikan, idealisme merupakan
suatu aliran yang berkontribusi besar demi kemajuan pendidikan. Hal tersebut
bisa dilihat pada metode dan kurikulum yang digunakan. Idealisme mengembangkan
pemikiran peserta didik sehingga menjadikan peserta didik mampu menggunakan
akal pikiran atau idenya dengan baik dalam mengembangkan ilmu pengetahuan.
PEMBAHASAN
Latar Belakang
(Sejarah) Aliran Idealisme
Aliran ini merupakan
aliran yang sangat penting dalam perkembangan sejarah pemikiran manusia.
Mula-mula dalam filsafat barat kita temui dalam bentuk ajaran yang murni dari
Plato. Plato menyatakan bahwa alam cita-cita itu adalah kenyataan sebenarnya.
Adapun alam nyata yang menempati ruang ini hanya berupa bayangan saja dari alam ide.
Aristoteles
memberikan sifat kerohanian dengan ajarannya yang menggambarkan alam ide
sebagai suatu tenaga yang berada dalam benda-benda dan menjalankan pengaruhnya
dari benda itu. Sebenarnya dapat dikatakan bahwa paham idealisme sepanjang masa
tidak pernah hilang sama sekali. Di masa abad pertengahan malahan satu-satunya
pendapat yang disepakati oleh semua ahli pikir adalah dasar idealisme ini.
Secara historis, idealisme diformulasikan dengan jelas pada abad IV sebelum
masehi oleh Plato (427-347 SM). Semasa Plato hidup kota
Athena adalah kota yang berada dalam kondisi transisi
(peralihan). Peperangan bangsa Persia telah mendorong Athena memasuki era baru.
Seiring dengan adanya peperangan-peperangan tersebut, perdagangan dan
perniagaan tumbuh subur dan orang-orang asing tinggal diberbagai penginapan
Athena dalam jumlah besar untuk meraih keuntungan mendapatkan kekayaan yang
melimpah. Dengan adanya hal itu, muncul berbagai gagasan-gagasan baru ke dalam
lini budaya bangsa Athena. Gagasan-gagasan baru tersebut dapat mengarahkan
warga Athena untuk mengkritisi pengetahuan & nilai-nilai tradisional. Saat
itu pula muncul kelompok baru dari kalangan pengajar (para Shopis. Ajarannya memfokuskan pada individualisme,
karena mereka berupaya menyiapkan warga untuk menghadapi peluang baru
terbentuknya masyarakat niaga. Penekanannya terletak pada individualisme, hal
itu disebabkan karena adanya pergeseran dari budaya komunal masa lalu menuju
relativisme dalam bidang kepercayaan dan nilai.
Aliran filsafat Plato dapat dilihat sebagai suatu reaksi terhadap kondisi
perubahan terus-menerus yang telah meruntuhkan budaya Athena lama. Ia
merumuskan kebenaran sebagai sesuatu yang sempurna dan abadi (eternal). Dan sudah terbukti,
bahwa dunia eksistensi keseharian senantiasa mengalami perubahan. Dengan
demikian, kebenaran tidak bisa ditemukan dalam dunia materi yang tidak sempurna
dan berubah. Plato percaya bahwa disana terdapat kebenaran yang universal dan
dapat disetujui oleh semua orang. Contohnya dapat ditemukan pada matematika,
bahwa 5 + 7 = 12 adalah selalu benar (merupakan kebenaran apriori), contoh
tersebut sekarang benar, dan bahkan di waktu yang akan datang pasti
akan tetap benar.
Idealisme dengan penekanannya pada kebenaran yang tidak berubah,
berpengaruh pada pemikiran kefilsafatan. Selain itu, idealisme ditumbuh
kembangkan dalam dunia pemikiran modern. Tokoh-tokohnya antara lain: Rene
Descartes (1596-1650), George Berkeley (1685-1753), Immanuel Kant (1724-1804)
dan George W. F. Hegel (1770-1831). Seorang idealis dalam pemikiran pendidikan
yang paling berpengaruh di Amerika adalah William T. Harris (1835-1909) yang
menggagas Journal of Speculative Philosophy. Ada dua penganut idealis
abad XX yang telah berjuang menerapkan idealisme dalam bidang pendidikan
modern, antara lain: J. Donald Butler dan Herman H. Horne. Sepanjang sejarah,
idealisme juga terkait dengan agama, karena keduanya sama-sama memfokuskan pada
aspek spiritual dan keduniawian lain dari realitas.
Secara ontologi
idealisme Sebagai lawan
materialisme adalah aliran idealisme yang dinamakan juga dengan spiritualisme.
Idealisme berarti serba cita, sedang spiritualisme berarti serba ruh.
Idealisme
diambil dari kata’’Idea’’, yaitu sesuatu yang hadir dalam jiwa. Aliran ini
beranggapan bahwa hakikat kenyataan yang beraneka ragam itu semua berasal dari
ruh(sukma) atau sejenis dengannya, yaitu sesuatu yang tidak berbentuk dan
menempati ruang. Materi atau zat itu hanyalah suatu jenis daripada penjelmaan
ruhani.
Alasan-aliran
ini yang menyatakan bahwa hakikat benda adalah ruhani, spirit atau sebangsanya
adalah:
a. Nilai ruh lebih tinggi daripada badan, lebih
tinggi nilainya dari materi bagi kehidupan manusia. Ruh itu dianggap sebagai
hakikat yang sebenarnya. Sehingga materi hanyalah badannya, bayangan atau
penjelmaan saja.
b. Manusia lebih dapat memahami dirinya daripada
dunia luar dirinya.
c. Materi ialah kumpulan energi yang menempati
ruang. Benda tidak ada, yang ada energi itu saja.
Materi bagi penganut idealisme sebenarnya tidak ada. Segala kenyataan ini
termasuk kenyataan manusia adalah sebagai ruh. Ruh itu tidak hanya menguasai
manusia perorangan, tetapi juga kebudayaan. Jadi kebudayaan adalah perwujudan
dari alam cita-cita dan cita-cita itu adalah ruhani. Karenanya aliran ini dapat
disebut idealisme dan dapat di sebut spiritualisme.
Dalam perkembangannya, aliran ini di temui pada ajaran plato(428-348 SM)
dengan teori idenya. Menurutnya, tiap-tiap yang ada di alam mesti ada idenya,
yaitu konsep universal dari tiap sesuatu. Alam nyata yang manenempati ruangan
ini hanyalah berupa bayangan saja dari alam ide itu. Jadi idelah yang menjadi
hakikat sesuatu, menjadi dasar wujud sesuatu. Dalam menjelaskan hakikat ide
tersebut plato mengarang mitos penunggu gua yang dimuatnya di dalam dialog
politea yang di kutipkan sebagai berikut ini :
Manusia dapat dibandingkan dengan orang-orang tahanan yang sejak lahirnya
terkurung dan terbelenggu di dalam gua. Dibelakang mereka ada api menyala
sementara mereka hanya dapat menghadap ke dinding gua. Beberapa orang budak
belian berjalan-jalan di depan api itu sambil memikul bermacam-macam benda. Hal
itu mengakibatkan bermacam-macam bayangan yang jatuh pada dinding gua. Karena
orang-orang tahanan itu dapat melihat kebelakang, mereka hanya menyaksikan
bayangan, dan bayangan itu disangka mereka sebagai realitas yang sebenarnya dan
tidak ada lagi realitas. Namun, setelah beberapa waktu seorang tahanan di
lepaskan. Ia melihat di belakang mereka, yaitu dimulut gua, ada api yang
menyala. Ia mulai memperkirakan, bahwa bayangan-bayangan yang disaksikan mereka
tadi bukanlah realitas yang sebenarnya. Lalu ia di antar keluar gua, dan ia
melihat matahari yang menyilaukan matanya. Mula-mula ia berpikir, bahwa ia
sudah meninggalkan realitas. Namun berangsur-angsur ia pun menginsafi bahwa
justru itulah realitas yang sebenarnya, dan ia menyadari bahwa dulu ia belum
pernah menyaksikannya. Lalu ia kembali ke dalam gua, ya, ke tempat
kawan-kawannya yang masih diikat di situ. Ia bercerita kepada teman-temannya
bahwa yang di lihat mereka pada dinding gua itu bukanlah realitas yang
sebenarnya, melainkan hanyalah bayangan. Namun kawan-kawannya tidak mempercayai
perkataannya, dan seandainya mereka tidak terbelenggu, pasti ia akan membunuh
siapa saja yang mencoba melepaskan mereka dari belenggunya. Kalimat terakhir
ini mengiasakan kematian Socrates.
Penjelasan mitos ini adalah bahwa gua adalah dunia yang dapat di tangkap
oleh indera. Kebanyakan orang dapat diumpamakan orang tahanan yang terbelenggu,
mereka menerima pengalaman spontan begitu saja. Namun ada beberapa orang yang
mulai memperkirakan bahwa realitas indrawi adalah bayangan, mereka adalah
filosof. Mula-mula mereka merasa heran sekali, tetapi berangsur-angsur mereka
menemukan ide”yang baik”(matahari) sebagai realitas tertinggi. Untuk mencapai
kebenaran yang sebenarnya itu manusia harus mampu melepaskan diri dari pengaruh
indera yang menyesatkan itu.
Aristoteles (384-322 SM) memberikan sifat
keruhanian dengan ajarannya yang menggambarkan alam ide itu sebagai sesuatu tenaga
yang berada dalam benda-benda itu sendiri dan menjalankan pengaruhnya dari
dalam benda itu.
Pada filsafat modern, pandangan ini mula-mula
kelihatan pada George Barkeley (1685-1753 M) yang menyatakan objek-objek fisis
adalah ide-ide. Kemudian Immanuel Kant (1724-1804 M), Fichte (1762-1814 M),
Hagel (1770-1831 M), dan Schelling (1775-1854 M).
Secara epistemologi
istilah Idealisme berasal dari kata idea yang artinya adalah sesuatu yang
hadir dalam jiwa (Plato), jadi pandangan ini lebih menekankan hal-hal bersifat
ide, dan merendahkan hal-hal yang materi dan fisik. Realitas sendiri dijelaskan
dengan gejala-gejala psikis, roh, pikiran, diri, pikiran mutlak, bukan
berkenaan dengan materi.
Idealisme
merupakan salah satu aliran filsafat tradisional yang paling tua. Aliran idealisme merupakan suatu aliran ilmu filsafat
yang mengagungkan jiwa. Menurutnya, cita adalah gambaran asli yang semata-mata
bersifat rohani dan jiwa terletak di antara gambaran asli (cita) dengan
bayangan dunia yang ditangkap oleh panca indera. Pertemuan antara jiwa dan cita
melahirkan suatu angan-angan yaitu dunia idea. Aliran ini memandang serta
menganggap bahwa yang nyata hanyalah idea. Idea sendiri selalu tetap atau tidak
mengalami perubahan serta penggeseran, yang mengalami gerak tidak dikategorikan
idea.
Keberadaan idea
tidak tampak dalam wujud lahiriah, tetapi gambaran yang asli hanya dapat
dipotret oleh jiwa murni. Alam dalam pandangan idealisme adalah gambaran dari
dunia idea, sebab posisinya tidak menetap. Sedangkan yang dimaksud dengan idea
adalah hakikat murni dan asli. Keberadaannya sangat absolut dan kesempurnaannya
sangat mutlak, tidak bisa dijangkau oleh material. Pada kenyataannya, idea
digambarkan dengan dunia yang tidak berbentuk demikian jiwa bertempat di dalam
dunia yang tidak bertubuh yang dikatakan dunia idea.
Inti yang
terpenting dari ajaran ini adalah manusia menganggap roh atau sukma lebih
berharga dan lebih tinggi dibandingkan dengan materi bagi kehidupan manusia.
Roh itu pada dasarnya dianggap suatu hakikat yang sebenarnya, sehingga benda
atau materi disebut sebagai penjelmaan dari roh atau sukma. Sedangkan, pokok
utama yang diajukan oleh idealisme adalah jiwa mempunyai kedudukan yang utama
dalam alam semesta. Sebenarnya, idealisme tidak mengingkari materi. Namun,
materi adalah suatu gagasan yang tidak jelas dan bukan hakikat.
Aksiologi-idealisme
kehidupan manusia diatur oleh kewajiban-kewajiban moral yang diturunkan dari
pendapat tentang kenyataan atau metafisika.
Idealisme
Dalam Pendidikan
Aliran
idealisme terbukti cukup banyak berpengaruh dalam dunia pendidikan.
William T. Harris adalah salah satu tokoh aliran pendidikan idealisme yang
sangat berpengaruh di Amerika Serikat. Idealisme terpusat tentang keberadaan
sekolah. Aliran inilah satu-satunya yang melakukan oposisi secara fundamental terhadap naturalisme. Pendidikan harus terus eksis sebagai lembaga untuk proses
pemasyarakatan manusia sebagai kebutuhan spiritual, dan tidak sekedar kebutuhan
alam semata.
Pendidikan
idealisme untuk individual antara lain bertujuan agar anak didik bisa menjadi
kaya dan memiliki kehidupan yang
bermakna, memiliki kepribadian yang harmonis, dan pada akhirnya diharapkan
mampu membantu individu lainnya untuk hidup lebih baik. Sedangkan tujuan
pendidikan idealisme bagi kehidupan sosial adalah perlunya persaudaraan antar
manusia. Sedangkan tujuan secara sintesis dimaksudkan sebagai gabungan antara
tujuan individual dengan sosial sekaligus, yang juga terekspresikan dalam
kehidupan yang berkaitan dengan Tuhan.
Guru
dalam sistem pengajaran menurut aliran idealisme berfungsi sebagai:
1.
Guru
adalah personifikasi dari kenyataan anak didik. Artinya, guru merupakan wahana atau fasilitator yang akan mengantarkan
anak didik dalam mengenal dunianya lewat materi-materi dalam aktifitas
pembelajaran.
2. Guru harus seorang spesialis dalam suatu ilmu
pengetahuan dari siswa. Artinya, seorang guru itu harus mempunyai
pengetahuan yang lebih dari pada anak didik.
3. Guru haruslah menguasai teknik mengajar secara baik. Artinya, seorang guru harus mempunyai potensi pedagogik yaitu kemampuan
untuk mengembangkan suatu model pembelajaran, baik dari segi materi dan yang
lainnya.
4. Guru haruslah menjadi pribadi yang baik, sehingga disegani oleh murid. Artinya, seorang guru harus mempunyai potensi kepribadian yaitu karakter
dan kewibawaan yang berbeda dengan guru yang lain.
5.
Guru
menjadi teman dari para muridnya. Artinya, seorang guru harus mempunyai potensi sosial yaitu kemampuan
dalam hal berinteraksi dengan anak didik.
Kurikulum yang
digunakan dalam pendidikan yang beraliran idealisme harus lebih memfokuskan
pada isi yang objektif. Pengalaman haruslah lebih banyak daripada pengajaran
yang textbook. Agar pengetahuan dan pengalamannya aktual.
. Idealisme sebagai Filsafat Pendidikan
Idealisme menekankan akal (mind) sebagai hal yang lebih dahulu (primer), daripada materi,
bahwa akal itulah yang riil dan
materi hanyalah merupakan produk sampingan. Idealisme mengatakan bahwa realitas
terdiri dari ide-ide, pikiran-pikiran, akal (mind) atau jiwa (self)
dan bukan benda material dan kekuatan.
Pandangan Idealisme terhadap Realitas, Pengetahuan,
Nilai dan Pendidikan
Pendidikan
Dalam hubungannya dengan pendidikan, idealisme
memberikan sumbangan yang besar terhadap teori perkembangan pendidikan,
khususnya filsafat pendidikan. Filsafat idealisme diturunkan dari filsafat
metafisik yang menekankan pertumbuhan rohani. Kaum idealis percaya bahwa anak
merupakan bagian dari alam spiritual, yang memiliki pembawaan spiritual sesuai
potensialitasnya. Oleh karena itu, pendidikan harus mengajarkan hubungan antara
anak dengan bagian alam spiritual. Pendidikan harus menekankan kesesuian batin
antara anak dan alam semesta. Pendidikan merupakan pertumbuhan ke arah tujuan
pribadi manusia yang ideal. Pendidik yang idealisme mewujudkan sedapat mungkin
watak yang terbaik. Pendidik harus memandang anak sebagai tujuan, bukan sebagai
alat.
Nilai
Menurut pandangan idealisme, nilai itu absolut. Apa yang dikatakan baik,
buruk, cantik, tidak cantik, benar, salah, secara fundamental tidak berubah
dari generasi ke generasi. Pada hakikatnya nilai itu tetap tidak diciptakan
oleh manusia melainkan bagian dari manusia.
Plato mengatakan bahwa jika manusia tahu apa yang dikatakannya sebagai
hidup baik, maka mereka tidak akan berbuat hal-hal yang bertentangan dengan
nilai-nilai moral. Plato mengatakan bahwa kehidupan yang baik hanya dapat
terwujud dalam masyarakat yang ideal
yang diperintah oleh “The Philosopher
Kings” yaitu kaum intelektual, para ilmuan atau para cendikiawan (Sadulloh,
2011: 99). Oleh karena itu diperlukan banyak lembaga pendidikan untuk
melahirkan pemimpin yang baik
Metode
Metode yang
digunakan oleh aliran idealisme adalah metode dialektik. Metode mengajar dalam
pendidikan hendaknya mendorong siswa untuk memperluas cakrawala mendorong berfikir reflektif, mendorong pilihan-pilihan morak pribadi,
memberikan keterampilan-keterampilan berfikir logis, memberikan kesempatan menggunakan
pengetahuan untuk masalah-masalah moral dan sosia, miningkatkan minat terhadap
isi mata pelajaran, dan mendorong siswa untuk menerima nilai-nilai peradaban
manusia.
PENUTUP
Kesimpulan
Berdasarkan paparan di atas, dapat disimpulkan bahwa Idealisme
merupakan salah satu aliran filsafat yang mempunyai paham bahwa hakikat dunia
fisik hanya dapat dipahami dalam kaitannya dengan jiwa dan roh. Tokoh –tokoh
dalam idealisme diantaranya yaitu: Rene Descartes (1596-1650), George Berkeley
(1685-1753), Immanuel Kant (1724-1804), F. W. S. Schelling (1775-1854), dan
George W. F. Hegel (1770-1831). Seorang idealis dalam pemikiran pendidikan yang
paling berpengaruh di Amerika adalah William T. Haris yang menggagas journal
of speculative philosophy.
Metode, diutamakan
metode dialektika (saling mengaitkan ilmu yang satu dengan yang lain), tetapi metode lain yang efektif dapat dimanfaatkan. Peserta didik bebas untuk mengembangkan kepribadian, bakat dan
kemampuan dasarnya.Pendidik
bertanggungjawab dalam menciptakan lingkungan
pendidikan melalui kerja sama dengan alam.
Daftar Pustaka
Barnadib, Imam. (1988). Filsafat Pendidikan. Yogyakarta: IKIP.
Ihsan , A. Fuad. (2010).
Filsafat Ilmu. Jakarta: Rineka Cipta.
Knight, George R. (2007). Filsafat Pendidikan.
Yogyakarta: Gama Media
Bakhtiar,Amsal. (2004).Filsafat
Ilmu. Jakarta:PT RajaGrafindo Persada
PGSD 3 5
D Hp:087808890504
Tidak ada komentar:
Posting Komentar