Pendekatan-pendekatan untuk Memperoleh Kebenaran
Ada beberapa
pendekatan yang dipakai manusia untuk memperoleh kebenaran yaitu :
pendekatan empiris, pendekatan rasional, pendekatan
intuitif, pendekatan religius, pendekatan otoritas, dan pendekatan ilmiah.
A. Pendekatan Empiris
Manusia mempunyai
seperangkat indera yang berfungsi sebagai penghubung dirinya dengan dunia
nyata. Dengan inderanya manusia mampu mengenal berbagai hal yang ada di
sekitarnya, yang kemudia diproses dan mengisi
kesadarannya. Indera bagi manusia merupakan pintu gerbang jiwa. Tidak ada
pengalaman yang diperoleh tanpa melalui indera. Kenyataan seperti yang
disebutkan di atas menyebabkan timbulnya anggapan bahwa kebenaran dapat
diperoleh melalui penginderaan atau pengalaman. Kebenaran dari pendapat
tersebut kiranya tidak dapat dipungkiri. Bahwa dengan pengalaman kita mendapatkan
pemahaman yang benar mengenai bentuk, ukuran, warna, dan seterusnya. Mengenai suatu
hal. Upaya untuk mendapatkan kebenaran dengan pendekatan demikian merupakan upaya
yang elementer namun tetap diperlukan. Mereka yang mempercayai bahwa
penginderaan merupakan satu-satunya cara untuk memperoleh kebenaran disebut
sebagai kaum empiris. Bagi golongan
ini, pengetahuan itu bukab didapatkan melalui penalaran rasional yang abstrak,
namun melalui pengalaman yang konkrit. Gejala-gejala alamiah menurut anggapan
kaum empiris adalah bersifat konkrit dan dapat dinyatakan melalui tangkapan
indera manusia.
B. Pendekatan Rasional
Cara lain untuk
mendapatkan kebenaran adalah dengan mengandalkan rasio. Upaya ini sering
disebut sebagai pendekatan rasional. Manusia merupakan makhluk hidup yang dapat
berpikir. Dengan kemampuannya ini manusia dapat menangkap ide atau prinsip
tentang
sesuatu, yang pada akhirnya sampai pada kebenaran,
yaitu kebenaran rasional. Golongan yang menganggap rasio sebagai satu-satunya
kemampuan untuk memperoleh kebenaran disebut kaum rasionalis. Premis yang
mereka pergunakan dalam penalarannya adalah ide, yang menurut anggapannya
memang sudah ada sebelum manusia memikirkannya. Fungsi pikiran manusia adalah
mengenal ide tersebut untukdijadikan pengetahuan.
C. Pendekatan Intuitif
Menurut Jujun S.
Suriasimantri (2005: 53), intuisi merupakan pengetahuan yang didapatkan tanpa
melalui proses penalaran tertentu. Seseorang yang sedang menghadapi suatu
masalah secara tiba-tiba menemukan jalan pemecahannya. Atau secara tiba-tiba seseorang
memperoleh “informasi” mengenai peristiwa yang akan terjadi. Itulah beberapa
contoh intuisi. Intuisi bersifat personal dan tidak
bisa diramalkan. Bahwa intuisi yang dialami oleh seseorang bersifat khas, sulit
atau tak bisa dijelaskan, dan tak bisa dipelajari atau ditiru oleh orang lain.
Bahkan seseorang yang pernah memperoleh intuisi sulit atau bahkan tidak bisa mengulang
pengalaman serupa. Kebenaran yang diperoleh dengan pendekatan intuitif disebut
sebagai kebenaran intuitif. Kebenaran intuitif sulit untuk dipertanggung
jawabkan, sehingga ada-ada pihak-pihak yang meragukan kebenaran macam ini. Meskipun
validitas intuitisi diragukan banyak pihak, ada sementara ahli yang menaruh perhatian
pada kemampuan manusia yang satu ini. Bagi Abraham Maslow, intuisi merupakan
pengalaman puncak (peak experience), sedangkan bagi Nietzsche, intuisi merupakan
inteligensi yang paling tinggi (Sumantri, 2005: 53).
D. Pendekatan Religius
Manusia merupakan
makhluk yang menyadari bahwa alam semesta beserta isinya ini
diciptakan dan dikendalikan oleh kekuatan adi
kodrati, yaitu Tuhan. Kekuatan adi kodrati inilah sumber dari segala kebenaran.
Oleh karena itu agar manusia memperoleh kebenaran
yang hakiki, manusia harus berhubungan dengan
kekuatan adi kodrtai tersebut. Upaya untuk memperoleh kebenaran dengan jalan
seperti tersebutdi atas disebut sebagai pendekatan religius atau pendekatan
supra-pikir (Rinjin, 1996: 54). Disebut demikian karena pendekatan tersebut
melampai daya nalar manusia manusia. Kebenaan religius bukan hanya bersangkuta
paut dengan kehidupan sekarang dan yang terjangkau oleh pengalaman, namun juga
mencakup masalah-masalah yang bersifat transcendental, seperti latar belakang
penciptaan manusia dan kehidupan setelah kematian.
E. Pendekatan Otoritas
Usaha untuk memperoleh
kebenaran juga dapat dilakukan dengan dasar pendapat atau
pernyataan dari pihak yang memiliki otoritas. Yang
dimaksud dengan hal ini adalah individuindividu yang memiliki kelebihan
tertentu disbanding anggota masyarakat pada umumnya. Kelebihan-kelebihan
tersebut bisa berupa kekuasaan, kemampuan intelektual, keterampilan,
pengalaman, dan sebagainya. Mereka yang memiliki kelebihan-kelebihan seperti itu
disegani, ditakuti, ataupun dijadikan figur panutan. Apa yang mereka nyatakan akan
diterima masyarakat sebagai suatu kebenaran. Sepanjang sejarah dapat ditemukan contoh-contoh
mengenai ketergantungan manusia pada otoritas dalam mencari kebenaran. Pada masa
Yunani kuno para pemikir seperti Socrates, Plato, dan Aristoteles dipandang
sebagai sumber kebenaran, bahkan melebihi pengamatan atau pengalaman langsung.
Apa yang dinyatakan oleh para tokoh tersebut dijadikan acuan dalam memahami
realitas, berpikir, dan berindak.
F. Pendekatan Ilmiah
Pendekatan ilmiah
pertumpu pada dua anggapan dasar, yaitu : pertama, bahwa kebenaran dapat
diperoleh dari pengamatan dan kedua, bahwa gejala itu timbul sesuai dengan
hubungan-hubungan yang berlaku menurut hokum tertentu (Ary dkk., 2000: 63). Pendekatan
ilmiah merupakan pengombinasian yang jitu dari pendekatan empiris dan pendekatan
rasional. Kombinasi ini didasarkan pada hasil analisis terhadap kedua pendekatan
tersebut. Pada satu segi kedua pendekatan tersebut bisa dipertanggung jawabkan
namun pada segi yang lain terdapat beberapa kelemahan. Kelemahan pertama
pendekatan empiris, bahwa pengetahuan yang berhasil dikumpulkan cenderung untuk
menjadi kumpulan fakta-fakta. Kumpulan fakta-fakta tersebut belum tentu
bersifat konsisten dan mungkin saja terdapat hal-hal yang bersifat kontradiktif
(Suriasumantri, 2005: 52). Kelemahan kedua, terletak pada kesepakatan mengenai pemahaman
hakikat pengalaman yang merupakan cara untuk memperoleh kebenaran dan indera
sebagai alat yang menangkapnya. Sedangkan kelemahan yang terdapat pada
pendekatan rasional adalah terdapat pada kriteria untuk menguji kebenaran dari
suatu ide yang menurut seseorang jelas dan dapat dipercaya. Apa yang menurut
seseorang jelas, benar, dan dapat dipercaya belum tentu demikian untuk orang
lain. Dalam hal ini pemikiran rasional cenderung bersifat solipsisteik dan
subjektif (Suriasumantri, 2005: 51). Kelemahan-kelemahan darikedua pendekatan
tersebut bisa dihilangkan atau paling tidak dikurangi dengan mengombinasikan keduanya.
Kombinasi tersebut diwujudkan dengan
langkah-langkah yang sistematis dan terkontrol. Upaya
memahami realitas dalam hal ini didasarkan pada kebenaran atau teori ilmiah
yang ada serta mengujinya dengan mengumpulkan fakta-fakta. Suatu kebenaran dapat
disebut sebagai kebenaran ilmiah bila memenuhi dua syarat utama, yaitu :
pertama, harus sesuai dengan kebenaran ilmiah sebelumnya yang memungkinkan
tidak terjadinya kontradiksi dalam teori keilmuan secara keseluruhan, dan kedua,
harus sesuai dengan fakta-fakta empiris. Sebab teori yang bagaimanapun konsistennya
sekiranya tidak didukung oleh pengujian empiris tidak dapat diterima kebenarannya
secara ilmiah.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar