Senin, 04 Januari 2016

Pendekatan-pendekatan untuk Memperoleh Kebenaran



Pendekatan-pendekatan untuk Memperoleh Kebenaran

Ada beberapa pendekatan yang dipakai manusia untuk memperoleh kebenaran yaitu :
pendekatan empiris, pendekatan rasional, pendekatan intuitif, pendekatan religius, pendekatan otoritas, dan pendekatan ilmiah.
A.    Pendekatan Empiris
Manusia mempunyai seperangkat indera yang berfungsi sebagai penghubung dirinya dengan dunia nyata. Dengan inderanya manusia mampu mengenal berbagai hal yang ada di
sekitarnya, yang kemudia diproses dan mengisi kesadarannya. Indera bagi manusia merupakan pintu gerbang jiwa. Tidak ada pengalaman yang diperoleh tanpa melalui indera. Kenyataan seperti yang disebutkan di atas menyebabkan timbulnya anggapan bahwa kebenaran dapat diperoleh melalui penginderaan atau pengalaman. Kebenaran dari pendapat tersebut kiranya tidak dapat dipungkiri. Bahwa dengan pengalaman kita mendapatkan pemahaman yang benar mengenai bentuk, ukuran, warna, dan seterusnya. Mengenai suatu hal. Upaya untuk mendapatkan kebenaran dengan pendekatan demikian merupakan upaya yang elementer namun tetap diperlukan. Mereka yang mempercayai bahwa penginderaan merupakan satu-satunya cara untuk memperoleh kebenaran disebut sebagai kaum empiris.      Bagi golongan ini, pengetahuan itu bukab didapatkan melalui penalaran rasional yang abstrak, namun melalui pengalaman yang konkrit. Gejala-gejala alamiah menurut anggapan kaum empiris adalah bersifat konkrit dan dapat dinyatakan melalui tangkapan indera manusia.
B.     Pendekatan Rasional
Cara lain untuk mendapatkan kebenaran adalah dengan mengandalkan rasio. Upaya ini sering disebut sebagai pendekatan rasional. Manusia merupakan makhluk hidup yang dapat berpikir. Dengan kemampuannya ini manusia dapat menangkap ide atau prinsip tentang
sesuatu, yang pada akhirnya sampai pada kebenaran, yaitu kebenaran rasional. Golongan yang menganggap rasio sebagai satu-satunya kemampuan untuk memperoleh kebenaran disebut kaum rasionalis. Premis yang mereka pergunakan dalam penalarannya adalah ide, yang menurut anggapannya memang sudah ada sebelum manusia memikirkannya. Fungsi pikiran manusia adalah mengenal ide tersebut untukdijadikan pengetahuan.
C.     Pendekatan Intuitif
Menurut Jujun S. Suriasimantri (2005: 53), intuisi merupakan pengetahuan yang didapatkan tanpa melalui proses penalaran tertentu. Seseorang yang sedang menghadapi suatu masalah secara tiba-tiba menemukan jalan pemecahannya. Atau secara tiba-tiba seseorang memperoleh “informasi” mengenai peristiwa yang akan terjadi. Itulah beberapa
contoh intuisi. Intuisi bersifat personal dan tidak bisa diramalkan. Bahwa intuisi yang dialami oleh seseorang bersifat khas, sulit atau tak bisa dijelaskan, dan tak bisa dipelajari atau ditiru oleh orang lain. Bahkan seseorang yang pernah memperoleh intuisi sulit atau bahkan tidak bisa mengulang pengalaman serupa. Kebenaran yang diperoleh dengan pendekatan intuitif disebut sebagai kebenaran intuitif. Kebenaran intuitif sulit untuk dipertanggung jawabkan, sehingga ada-ada pihak-pihak yang meragukan kebenaran macam ini. Meskipun validitas intuitisi diragukan banyak pihak, ada sementara ahli yang menaruh perhatian pada kemampuan manusia yang satu ini. Bagi Abraham Maslow, intuisi merupakan pengalaman puncak (peak experience), sedangkan bagi Nietzsche, intuisi merupakan inteligensi yang paling tinggi (Sumantri, 2005: 53).
D.    Pendekatan Religius
Manusia merupakan makhluk yang menyadari bahwa alam semesta beserta isinya ini
diciptakan dan dikendalikan oleh kekuatan adi kodrati, yaitu Tuhan. Kekuatan adi kodrati inilah sumber dari segala kebenaran. Oleh karena itu agar manusia memperoleh kebenaran
yang hakiki, manusia harus berhubungan dengan kekuatan adi kodrtai tersebut. Upaya untuk memperoleh kebenaran dengan jalan seperti tersebutdi atas disebut sebagai pendekatan religius atau pendekatan supra-pikir (Rinjin, 1996: 54). Disebut demikian karena pendekatan tersebut melampai daya nalar manusia manusia. Kebenaan religius bukan hanya bersangkuta paut dengan kehidupan sekarang dan yang terjangkau oleh pengalaman, namun juga mencakup masalah-masalah yang bersifat transcendental, seperti latar belakang penciptaan manusia dan kehidupan setelah kematian.
E.     Pendekatan Otoritas
Usaha untuk memperoleh kebenaran juga dapat dilakukan dengan dasar pendapat atau
pernyataan dari pihak yang memiliki otoritas. Yang dimaksud dengan hal ini adalah individuindividu yang memiliki kelebihan tertentu disbanding anggota masyarakat pada umumnya. Kelebihan-kelebihan tersebut bisa berupa kekuasaan, kemampuan intelektual, keterampilan, pengalaman, dan sebagainya. Mereka yang memiliki kelebihan-kelebihan seperti itu disegani, ditakuti, ataupun dijadikan figur panutan. Apa yang mereka nyatakan akan diterima masyarakat sebagai suatu kebenaran. Sepanjang sejarah dapat ditemukan contoh-contoh mengenai ketergantungan manusia pada otoritas dalam mencari kebenaran. Pada masa Yunani kuno para pemikir seperti Socrates, Plato, dan Aristoteles dipandang sebagai sumber kebenaran, bahkan melebihi pengamatan atau pengalaman langsung. Apa yang dinyatakan oleh para tokoh tersebut dijadikan acuan dalam memahami realitas, berpikir, dan berindak.
F.      Pendekatan Ilmiah
Pendekatan ilmiah pertumpu pada dua anggapan dasar, yaitu : pertama, bahwa kebenaran dapat diperoleh dari pengamatan dan kedua, bahwa gejala itu timbul sesuai dengan hubungan-hubungan yang berlaku menurut hokum tertentu (Ary dkk., 2000: 63). Pendekatan ilmiah merupakan pengombinasian yang jitu dari pendekatan empiris dan pendekatan rasional. Kombinasi ini didasarkan pada hasil analisis terhadap kedua pendekatan tersebut. Pada satu segi kedua pendekatan tersebut bisa dipertanggung jawabkan namun pada segi yang lain terdapat beberapa kelemahan. Kelemahan pertama pendekatan empiris, bahwa pengetahuan yang berhasil dikumpulkan cenderung untuk menjadi kumpulan fakta-fakta. Kumpulan fakta-fakta tersebut belum tentu bersifat konsisten dan mungkin saja terdapat hal-hal yang bersifat kontradiktif (Suriasumantri, 2005: 52). Kelemahan kedua, terletak pada kesepakatan mengenai pemahaman hakikat pengalaman yang merupakan cara untuk memperoleh kebenaran dan indera sebagai alat yang menangkapnya. Sedangkan kelemahan yang terdapat pada pendekatan rasional adalah terdapat pada kriteria untuk menguji kebenaran dari suatu ide yang menurut seseorang jelas dan dapat dipercaya. Apa yang menurut seseorang jelas, benar, dan dapat dipercaya belum tentu demikian untuk orang lain. Dalam hal ini pemikiran rasional cenderung bersifat solipsisteik dan subjektif (Suriasumantri, 2005: 51). Kelemahan-kelemahan darikedua pendekatan tersebut bisa dihilangkan atau paling tidak dikurangi dengan mengombinasikan keduanya. Kombinasi tersebut diwujudkan dengan
langkah-langkah yang sistematis dan terkontrol. Upaya memahami realitas dalam hal ini didasarkan pada kebenaran atau teori ilmiah yang ada serta mengujinya dengan mengumpulkan fakta-fakta. Suatu kebenaran dapat disebut sebagai kebenaran ilmiah bila memenuhi dua syarat utama, yaitu : pertama, harus sesuai dengan kebenaran ilmiah sebelumnya yang memungkinkan tidak terjadinya kontradiksi dalam teori keilmuan secara keseluruhan, dan kedua, harus sesuai dengan fakta-fakta empiris. Sebab teori yang bagaimanapun konsistennya sekiranya tidak didukung oleh pengujian empiris tidak dapat diterima kebenarannya secara ilmiah.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar